banner 728x250

Dugaan Korupsi Chromebook Rp 9,9 Triliun: Kejagung Bidik Dalang di Kemendikbudristek

banner 120x600
banner 468x60

Jakarta —

Penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memasuki babak penting. Kejaksaan Agung kini mendalami 28 saksi yang diyakini mengetahui detail praktik lancung dalam proyek digitalisasi pendidikan senilai hampir Rp 10 triliun itu.

banner 325x300

“Kami akan terus dalami 28 orang ini dalam sepekan ke depan untuk mengungkap siapa yang paling bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana ini,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Senin (2/6/2025).

 

Langkah penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tak hanya fokus pada saksi. Pemeriksaan intensif juga dilakukan terhadap barang bukti berupa dokumen dan perangkat elektronik yang disita dari sejumlah lokasi strategis, termasuk apartemen milik mantan staf khusus menteri.

 

Penggeledahan yang dilakukan di tiga unit apartemen di kawasan Jakarta Selatan menyasar tokoh kunci, yakni FH (Fiona Handayani), JT (Jurist Tan), serta I (Ibrahim), yang disebut sebagai staf khusus sekaligus staf teknis di lingkungan Kemendikbudristek.

 

Menurut Harli, dugaan korupsi ini mengemuka akibat adanya indikasi pemufakatan jahat untuk mengarahkan pengadaan bantuan teknologi pendidikan agar menggunakan Chromebook, meski sebelumnya sudah terbukti tidak efektif.

 

“Pada 2019, Pustekom melakukan uji coba 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak optimal. Tim teknis bahkan menyarankan spesifikasi berbasis sistem operasi Windows,” ujar Harli.

 

Namun, rekomendasi itu diganti secara sistematis dengan kajian baru yang justru mengarahkan pada sistem operasi Chrome, diduga demi melayani kepentingan pihak tertentu.

 

Proyek pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022 itu melibatkan anggaran jumbo. Total dana yang digelontorkan mencapai Rp9,982 triliun, yang terdiri atas Rp3,582 triliun dari dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK).

 

“Jumlah anggaran ini tentu tidak kecil. Maka sangat penting bagi penyidik untuk menelusuri aliran dana, pihak-pihak yang bermain, dan mengungkap jika ada unsur kesengajaan dalam menyesatkan kebijakan publik,” ucap Harli.

 

Harli menegaskan bahwa penyidik tengah membangun konstruksi hukum yang utuh dari hasil pemeriksaan saksi dan barang bukti yang telah dikantongi. Ia juga membuka kemungkinan adanya keterlibatan pejabat tinggi maupun pihak swasta dalam perkara ini.

 

“Jika ditemukan keterlibatan pihak-pihak tertentu, termasuk pejabat negara, penyidik akan memanggil dan memeriksanya,” ujar dia.(agus h)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *